BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia merupakan
salah satu negara yang turut aktif dalam menandatangani kesepakatan
internasional tahun 1972 di Stockholm Swedia terkait dengan penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu integrasi aspek lingkungan ke dalam proses
pembangunan. Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
dirumuskan sebagai suatu upaya mengelola sumberdaya alam dan lingkungan secara
arif dan bijaksana untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi yang
akan datang dengan tanpa merusak dan menurunkan kualitas lingkungan.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi
negara terus meningkat dan fungsi lingkungan tetap lestari, serta kondisi
sosial masyarakat tetap stabil, harmonis, dan sejahtera. Pemanfaatan sumberdaya
alam harus diusahakan secara cermat dan bijaksana agar tidak merusak
kelestarian fungsi lingkungan hidup. Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat
penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah
barang tentu telaah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan
jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak
positif.
Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat
kegiatan usaha atau proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu
kemudian di masa akan datang. Dampak lingkungan yang terjadi adalah berubahnya
suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik kimia, biologi, atau sosial. Perubahan lingkungan ini jika tidak diantisipasi
dari awal akan merusak tatanan yang sudah ada, baik terhadap fauna, flora
maupun manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, sebelum suatu usaha atau proyek
dijalankan, maka sebaliknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak
lingkungan yang bakal timbul, baik dampak yang bakal timbul juga mencari jalan
keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita kenal dengan
nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Pengutamaan telaah AMDAL secara khusus adalah meliputi
dampak lingkungan disekitarnya, baik di dalam maupun di luar suatu usaha atau
proyek, yang akan dijalankan. Arti keberadaan suatu usaha atau proyek akan
mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang berada di sekitar rencana lokasi, baik
dampak rencana usaha dan atau kegiatan terhadap kegiatan yang sudah ada. Dewasa
ini penelitian terhadap AMDAL suatu usaha sebelum dijalankan sangat penting.
Masyarakat semakin sadar akan pentingnya lingkungan yang sehat, baik terhadap manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan. Pada akhirnya jika aspek lingkungan dinyatakan tidak layak
untuk dijalankan, maka sebaiknya dibatalkan karena akan memperoleh kerugian
lebih besar daripada manfaatnya. Bahkan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup sudah merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan
kegiatan yang harus dijalankan.
Pada era yang serba modern ini banyak sekali
kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak yang merugikan bagi lingkungan sekitar
kegiatan tersebut dilaksanakan. Bahkan kegiatan tersebut tidaklah didasarkan
pemikiran tentang rona lingkungan yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Hal
inilah yang mendasari pentingnya pemahaman akan ronalingkungan. Rona lingkungan
merupakan kondisi lingkungan pada saat ini yaitu kondisi alam atau komponen
komponen lingkungan awal sebelum perencanaan dan pembangunan
fisik dimulai.
Rona lingkungan memuat berbagai aspek kegiatan manusia. Rona lingkungan dapat dianggap merupakan unsur yang
penting. Dalam Makalah ini pula akan dijelaskan mengenai berbagai dampak dan
jenis rona lingkungan yang diharapkan dapat menimbulkan pemahaman yang benar
akan pemahaman terhadap rona lingkungan.
1.2 Tujuan
Permasalah yang akan dibahas pada makalah ini meliputi:
1.
Apa pengertian rona lingkungan?
2.
Bagaiamana cara pendekatan rona lingkungan bagi suatu proyek atau kegiatan?
3.
Apa saja komponen pada rona lingkungan?
4.
Apa manfaat rona lingkungan untuk kehidupan?
1.3
Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dari
makalah ini, antara lain:
1. Memberikan wawasan kepada pembaca
mengenai rona lingkungan.
2. Memberikan wawasan kepasa pembaca
mengenai cara pendekatan rona lingkungan bagi suatu proyek atau kegiatan.
3. Memberikan wawasan kepada pembaca
mengenai komponen pada rona lingkungan.
4. Memberikan wawasan kepada pembaca
mengenai manfaat rona lingkungan untuk kehidupan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Ruang Lingkungan Studi
2.1.1
Area Studi
Penetapan
area studi biasanya ditetapkan berdasarkan empat pendekatan, antara lain:
pendekatan teknis, pendekatan proyek, pendekatan ekologis, dan pendekatan
administrasi. Pada umumnya luas area dengan pendekatan proyek lebih sempit
daripada dengan pendekatan ekologis dan administrasi. Pendekatan proyek
merupakan tapak proyekarea kegiatan pembangunan itu dilaksanakan.
Area studi berdasarkan pendekatan
proyek lebih mudah ditentukan sebab berhubungan dengan batas pagar proyek itu
dibangun. Area ini akan menjadi luas bila dihubungkan dengan lokasi pengambilan
material bangunan (quarry), pengangkutan material, dan pengambilan bahan mentah
setelah pabrik beroperasi. Sering kali area studi yang ditentukan berdasarkan
pada tapak proyek atau area kegiatan proyek disebut “On Site” atau area sumber
dampak.
Pendekatan ekologis pada umunya
ditentukan atas dasar fisiografi dan biasanya ditentukan studi atas dasar
bentuk lahan (Land Form) atau atas ekosistem alami yang ada. Penentuan area
studi dapat ditentukan dengan pendekatan administrasi untuk mengamati parameter
sosial ekonomibudaya dan kesehatan masyarakat. Penentuan area studi atas dasar
teknis biasanya ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu tenaga,
biaya dan waktu yang tersedia.
2.1.2 Parameter
Lingkungan
Di dalam istilah AMDAL, maka
lingkungan dapat dibagi menjadi tiga kelompok komponen lingkungan, yaitu
komponen abiotik (geofisik kimia) yang disingkat A, komponen biotis (biotik)
yang disingkat B, dan culture (sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat)
yang disingkat C. Leopold dalam Munn (1979) membagi lingkungan menjadi 88
komponen lingkungan.
Sementara Battelle dan Columbus dalam
Canter (1982) mengelompokkan lingkungan dalam kelompok kategori sebanyak empat
buah, Sub Kategori atau komponen sebanyak 17 buah dan faktor atau parameter
lingkungan menjadi 78 buah. Sehingga dalam studi AMDAL akan disebutkan dua
klasifikasi, yaitu komponen lingkungan dan parameter lingkungan. Menurut Canter
dan Hill (1979) di dalam AMDAL struktur lingkungan dibagi menjadi empat
kategori, lima belas sub kategori, dan 63 variabel.
2.2 Metodologi Pengumpulan Data
2.2.1 Metode Pengumpulan Data Komponen Geofisik
Kimia
2.2.1.1 Komponen Iklim
Komponen iklim yang diteliti terdiri
dari berbagai parameter, yaitu tipe iklim, suhu, kelembaban, curah huja, jumlah
hujan hari hujan, kekuatan arah angin. Disamping itu terdapat pula data iklim
yang lain, yaitu angin kencang, topan dan periodisitasnya. Data parameter iklim
ini dikumpulkan dari data sekunder.
2.2.1.2 Komponen Hidrologi
Parameter
dan komponen hidrologi, antar lain: debit permukaan air dan air tanah, sedimen,
kualitas air permukaan dan air tanah, drainase limpasan (run off), infiltrasi,
perkolasi dan evapotranspirasi. Pengumpulan data komponen hidrologi dilakukan
dengan pengumpulan data primer di lapangan dan data sekunder. Parameter
kualitas air (fisika, kimia, biologi) diamati di laboratorium. Air tanah
diambil dari sumur dangkal dan sumur dalam (bor).
Analisis air di laboratorium pada
dasarnya menggunakan gravimetri, volumetri, colorimetri dan electroda ion
selective. Kedua cara tersebut menggunakan Standard Method for The Examination
of Water And Wastewater (APHA, 1975). Untuk mendapatkan data primer titik
pengamatan ditentukan sesuai rancangan penelitian. Pada pengamatan terhadap
limbah cair harus dilakukan pengamatan pada titik outfall dan pada aliran
sungai.
2.2.1.3 Komponen Udara
Parameter dari komponen udara yang
harus dikumpulkan adalah arah dan kecepatan angin, cuaca, tekanan udara,
penguapan dan kualitas udara. Secara umum rincian kualitas udara, antara lain:
kebisingan, getaran (vibrasi), partikel debu, karbon monoksida (CO),
hidrocarbon (HC), nitrogen oksida (Nox), oksidan fotokimia, sulfur
dioksida (SO2), Timbal (Pb), dan hidrogen sulfida (H2S).
Adapun areal atau lahan yang diamati atau titik pengamatan tergantung pada
rancangan penelitian. Pengamatan udara yang penting adalah pada titik sumber
pencemar (emisi) dan udara bebas (ambien).
Tabel Metode Pengamatan Udara, Analisis dan
Peralatan yang Dipergunakan
No.
|
Peremeter
Lingkungan
|
Peralatan
yang dipergunakan
|
Waktu
Pengukuran
|
Metode
Analisis
|
1.
|
Gas
SOx
|
Gas
Sampler
|
24
jam
|
Pararosanilin
|
2.
|
Gas
NOx
|
Gas
Sampler
|
24
jam
|
Salt
man
|
3.
|
Gas
H2S
|
Gas
Sampler
|
24
jam
|
Mercurythiocyanate
|
4.
|
Gas
CO
|
NDIR
Analyzer
|
Sesaat
|
NDIR
|
5.
|
Debu
|
High
Volume Sampler
|
24
jam
|
Gravimetric
|
6.
|
Pb
|
High
Volume Sampler
|
24
jam
|
Gravimetric
|
7.
|
Bising
|
Sound
Level Meter
|
Sesaat
|
-
|
2.2.1.4 Komponen Tanah
Parameter ini biasa diamati adalah
erodibilitas tanah, kedalaman tanah, profil tanah, sifat kimia, sifat fisik,
dan bakteriologis dari tanah. Data primer digunakan untuk mengetahui tingkat
keharaan dan pencemaran. Data primer didapatkan dari pengambilan cuplikan tanah
yang dilakukan dengan “land auger” dan melalui singkapan yang ada. Untuk
cuplikan tanah diambil pada lapisan olah (25 cm) bila hanya untuk mengetahui
tingkat keharaan dan untuk mengetahui tingkat pencemaran dilakukan pengambilan
lebih dalam.
Kurang lebih 2 kg untuk pengambilan
sampel pada masing-masing lokasi pengambilan. Cuplikan tanah yang biasa
digunakan adalah lumpur yang akan dianalisis di laboratorium untuk dianalisis
sifat kimia dan fisika, meliputi: kadar air, tekstur, pH, kadar bahan organik,
daya hantar listrik (DHL), kapasitas pertukaran kation (KPK), salinitas, kadar
besi ( Fe2O3), Mangaan (Mn2O), dan kandungan
logam berat (Cu, Cr, Cd, Zn, Sn, Pb, dan Hg). Data tanah biasa berupa data
sekunder atau dari peta tanah.
2.2.1.5 Fisiografi, Geomorfologi, dan Lahan
Pengamatan
fisiografi dititik beratkan pada evaluasi bentuk penggunaan lahan dan
proses-proses terjadinya, antara lain: erosi, gerak massa batuan (Mass
Wasting), dan proses sedimentasi. Untuk kepentingan ini biasanya dilakukan
pengamatan observasi dan data sekunder dari peta fisiografi, peta tanah, dan
peta penggunaan lahan.
Geomorfologi merupakan suatu komponen
lingkungan yang dapat dirinci parameternya, antara lain: bentuk topografi,
sudut lereng, dan proses-proses geomorfik seperti longsoran lahan dan bekas
bencana banjir. Untuk mendapatkan komponen
geomorfologi dapat dilakukan dengan observasi sebagai checking dari data
sekunder. Komponen geologi yang biasa diamati adalah jenis dan komposisi
mineral, sifat fisik batuan, ketebalan, penyebaran, struktur geologi dan
stabilitas batuan.
Cara pengamatan dilapangan dilakukan
dengan mengamati singkapan batuan, di alur-alur sungai, tebing, jalan, bekas
galian, dan pengukuran kedudukan lapisan batuan yang disingkap. Untuk mengamati
jenis batuan dan komposisi mineral perlu dilakukan analisis laboratorium.
Khususnya untuk proyek yang memerlukan penggalian (quarry), pengamatan perlu
dilakukan terhadap topografi, jenis batuan dan sifat fisikanya, penyebaran
batuan, metode penambangan, volume penggalian, cara pengangkutan dan daerah
bekas timbunan mineral yang tidak terpakai. Pengamatan terhadap jenis batuan
dan mineral juga harus dilakukan pada setiap bagian pola penggunaan lahan.
Hasil pengambilan contoh geologi dari lapangan segera dianalisis di
laboratorium.
2.2.1.6
Hidrooceanografi
Menurut Simoen (1988) hidrooceanografi
merupakan ilmu yang menyangkut dua ilmu yang cakupannya sangat luas, yaitu
hidrologi dan oceanografi. Pada dasarnya hidrologi dibagi menjadi empat cabang
ilmu berikut, yaitu:
v Potamologi merupakan hidrologi yang
mempelajari air di permukaan tanah yang
berupa aliran-aliran permukaan.
v Limnologi merupakan hidrologi yang
mempelajari air di danau termasuk rawa.
v Geohidrologi merupakan hidrologi yang
mempelajari air di bawah permukaan tanah.
v Kriologi merupakan hidrologi yang
mempelajari salju dan es.
Sementara itu di dalam oceanografi
terdapat empat macam aspek sebagai berikut:
Ø Fisika Oceanografi mempelajari
sifat-sifat air laut dalam hubungannya dengan gerak
air.
Ø Kimia Oceanografi adalah reaksi-reaksi
kimia yang terjadi di dalam air laut dan
di dasar laut, serta analisis sifat-sifat air laut itu sendiri.
Ø Biologi Oceanografi mempelajari
kehidupan di dalam laut.
Ø Geologi Oceanografi mempelajari struktur
dasar lautan dan proses yang terjadi disana
termasuk terbentunya lautan.
Sementara itu data sekunder diperlukan
untuk melengkapi data primer. Pengamatan parameter hidroocanografi dilakukan
pada area dan lokasi yang telah ditentukan dalam rancangan penelitian.
2.2.2
Metode Pengumpulan Data Komponen Biotis
2.2.2.1 Flora
a. Pengertian
Dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan
dikenal adanya formasi tumbuhan dan bagian dari formasi ini dikenal dengan
asosiasi. Dalam asosiasi ditemukan populasi tumbuh-tumbuhan atau tanaman
(barbour, burk, dan Pitts, 1980). Populasi adalah sekumpulan tanaman yang terdiri
dari jenis yang sama menempati suatu habitat tertentu yang tidak terlalu luas
dan memungkinkan terjadinya interbreeding antar sesamanya.
Semua tumbuhan baik sejenis maupun
tidak (flora) yang tumbuh di suatu wilayah dan bagaimana distribusi dari masing-masing
jenisnya disebut dengan vegetasi. Vegetasi dapat tumbuh di daratan (terrestris)
maupun di perairan dan ada pula yang tumbuh diantara keduanya. Didalam formasi
tumbuhan ini terdapat komunitas tanaman yang merupakan kesatuan atau kelompok
tanaman yang didalamnya terdapat interaksi (hubungan) dengan sesamanya dan
dengan lingkungan (Colinvoux, 1986).
Struktur dari komunitas yang
dipelajari antara lain jenis, kerapatan, dominansi, frekuensi dan nilai
penting. Untuk mempelajari komunitas tanaman telah dikembangkan beberapa metode
pembuatan (penarikan cuplikan). Pembuatan cuplikan untuk mempelajari kondisi
dan sifat komunitas dan populasi dilakukan dengan beberapa cara. Cara yang umum
dilakukan adalah denagn membuat petak-petak ukur sebagai suatu unti cuplikan.
Pada saat ini banyak dikembangkan oleh para ahli dan cara membuat cuplikan
untuk pengamatan komunitas tanama.
b. Dasar- Dasar
Pengambilan Cuplikan (Sampel)
Tujuan diambilnya cuplikan adalah
untuk mendapatkan informasi atau data dari suatu populasi. Untuk mendapatkan
informasi dari seluruh populasi dibutuhkan biaya, tenaga, dan waktu yang sangat
banyak. Oleh karena itu, dikembangkan cara-cara memperoleh informasi tentang
suatu populasi tetapi dengan hanya mengambil suatu cuplikan (sampel). Unit
cuplikan (sampel) dapat ditentukan atas dasar individu (pohon, ekor), luas
(petakan ukur, ubinan), atau bagian dari tanah, air, dan udara.
Terdapat beberapa cara untuk
menentukan cuplikan atau menentukan unit cuplikan. Menurut Pasaribu (1975)
cara-cara pengambilan cuplikan (sampel) adalah menurut aturan tetap yang
ditentukan dan tergantung pada jalannya penarikan cuplikan. Secara rinci
disebutkan ada beberapa cara sebagai berikut:
ü Cuplikan Tetap
Cuplikan ini dibuat dengan engikuti aturan
tertentu dan cuplikan ini diambil serta
dibiarkan terus selama masa waktu pengamatan. Ada beberapa cara pengambilan cuplikan tetap.
· Cuplikan Tak Terbatas (Unrestricted
Random Sample)
Cuplikan ini dibuat tanpa memperhatikan
terlebih dahulu perbedaan kelompok yang
ada. Cara pembuatan cuplikan tetap ini dapat dipergunakan untuk mengamati hubungan timbal balik
antara suatu komunitas dengan lingkungannya.
Biasanya pembuatan cuplikan tak terbatas ini masih dibagi lagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Cara sederhana merupakan cara dengan
menomori setiap tanaman yang diamati
dan penentuan cuplikan menggunakan nomor acak (random number).
b) Cara sistematis merupakan cuplikan
(sampel) ditarik dengan membuat daftar
kemudian secara sistematis cupilkan ditentukan dengan menentukan pada nomor urut tertentu. Cara yang sama dilakukan terhadap unit cuplikan untuk menentuka
petak-petak ukur.
· Cuplikan Terbatas (Restricted Sample)
Cuplikan dibentuk dengan membagi populasi atau
daerah penelitian atas bagian-bagiannya.
Dari kelompok bagian ini dipilih beberapa buah unit cuplikan yang ditentukan secara random. Cuplikan terbatas ini
masih dapat dibagi menjadi empat
buah, yaitu:
a) Cuplikan bertingkat banyak (Multistage
Sample) dapat digunakan sebagai
penentuannya dilakukan secara bertingkat.
b) Cuplikan bersrata (Stratified Sample)
dibuat dengan membagi populasi atau
daerah atas kelas-kelas (stratam).
c) Cluster Sample ini ditarik dengan cara
memilih secara random beberapa strata
dan seluruh anggota dari strata terpilih dimasukkan sebagai cuplikan untuk diamati. Secara random
ditentukan tataguna lahan yang terpilih.
d) Stratified Cluster Sample ini merupakan
gabungan antara cara b dan c.
ü Sequantial Sample
Dalam penarikan cuplikan itu sendiri
ditentukan secara random dan berukuran kecil ditarik dahulu dan dianalisis.
Sesudah cuplikan ini dianalisis dan ditentukan adanya penarikan cuplikan yang
lebih besar. Cara ini dibagi menjadi dua lagi, yaitu:
a) Cuplikan ditarik secara bertingkat
b) Dengan mengamati satu per satu anggota
papulasi
c. Persyaratan Dalam
Membuat Cuplikan Vegetasi
v Langkah-langkah dalam membuat cuplikan
(sampel)
Ada beberapa langkah untuk membuat
cuplikan sampel (Dombois dan Ellenberg),
yaitu:
1.
Membuat
sub komunitas dari satu kesatuan komunitas yang ada agar diperoleh kesatuan terkecil yang
lebih seragam.
2.
Memilih
cara-cara cuplikan yang tepat pada masing-masing bagian.
3.
Membuat
ukuran dan bentuk cuplikan (sampel plot) yang akan dibuat.
4.
Menentukan
parameter apa saja yang akan diukur dalam cuplikan plot tersebut.
Disamping itu juga komunitas apa saja yang
dihadapi untuk mendapat jaminan kebenaran dalam membuat cuplikan. Camm dan
Cactro dalam Dombois dan Ellenberg (1974) melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Melakukan
orientasi seluruh komunitas dan melakukan survai “reconnaisance”.
2.
Melakukan
survai yang tidak intensif.
3.
Melakukan
survai intensif.
Pada
survai “reconnaisance” dan survai tidak intensif diperoleh data bersifat kualitatif
dan survai intensif diperoleh data kuantitatif.
Kemudian Whittaker dalam Dombois dan
Ellenberg (1974) menyebutkan bahwa untuk mempermudah pencuplikan, maka
dilakukan pembagian komunitas yang lebih sempit, lebih seragam atas dasar
pohon-pohon yang dominan. Dengan cara ini pembagian menjadi sub-sub komunitas
lebih mudah ditentukan dan pencuplikan akan mudah ditentukan pula. Kerajina
(1969), Daubenmire (1968), dan Marr (1967) dalam Dombois dan Muller (1974)
lebih menganjurkan agar komunitas jangan dipandang dari pohon yang dominan
tetapi dari seluruh asosiasi termasuk dari jenis-jenis pohon penyusun kanopi
bawah. Dengan cara ini, maka sub komunitas akan dapat terbentuk lebih sempit tetapi
lebih homogen.
v Persyaratan Pencuplikan
Untuk memperoleh cuplikan yang lebih baik
dan benar, maka beberapa syarat
harus dilakukan antara lain:
1. Pencuplikan harus seluas mungkin agar
semua spesies yang dimiliki oleh komunitas
itu dapat diketemukan.
2. Habitat tempat tumbuh seseragam mungkin
sehingga dengan hanya membuat
satu unit cuplikan akan dapat diperoleh informasi yang cukup representatif.
3. Tanaman penutupannya sehomogen mungkin.
Dengan
membuat sub komunitas seragam ini, maka jaminan secara statistik dapat
tercapai.
vLuas
Minimal Unit Cuplikan
Untuk
mengadakan pengamatan suatu komunitas perlu ditentukan luas minimal cuplikan.
Hal ini perlu dilakukan agar semua spesies tanaman dapat dicakup. Minimal area
satu unti cuplikan sangat bervariasi. Untuk vegetasi di daerah sedang
ditentukan luas unit cuplikan sebagai berikut:
No.
|
Jenis Unit Cuplikan
|
Luas
Unit Cuplikan
|
1.
|
Hutan
yang memiliki lebih dari tiga lapisan tajuk yang diamati tiga lapisan bagian
bawah saja
|
200m2
– 500m2
|
2.
|
Hutan
yang hanya pohon-pohon dengan tajuk di lapisan bawah saja yang diamati
|
50m2
– 200m2
|
3.
|
Padang
Rumput
|
50m2
– 100m2
|
4.
|
Semak
Perdu Kecil
|
10m2
– 25m2
|
5.
|
Lahan
Pertanian (sawah)
|
25m2
– 100m2
|
6.
|
Rumput
Untuk Peternakan (pupuk)
|
5m2
– 10m2
|
7.
|
Komunitas
Herbal
|
1m2
– 4m2
|
8.
|
Komunitas
Lumut
|
0,1m2
– 1m2
|
Penentuan
ukuran plot dapat dilakukan dengan cara pertama-tama membuat cuplikan yang
kecil ukurannya kemudian membuat cuplikan yang diperluas ukurannya. Dengan
memperluas ukuran akan ditemukan lebih banyak jenis. Penambahan luas plot ini
dilakukan terus menerus, sehingga tidak diketemukan lagi jenis yang baru
meskipun ukurannya ditambah. Contoh pembuatan plot ukuran:
No.
|
Ukuran Plot
|
Jumlah
Jenis
|
1.
|
0,5
m x 0,5 m
|
dua
|
2.
|
1
m x 1 m
|
tiga
|
3.
|
2
m x 2 m
|
empat
|
4.
|
4
m x 4 m
|
empat
|
d. Parameter Yang
Diamati
ü Kondisi Vegetasi Suatu Komunitas
(Struktur Vegetasi)
Struktur vegetasi dapat diketahui dengan
menghitung beberapa variabel (Colinvoux,
1986) sebagai berikut:
a. Kerapatan total ialah jumlah seluruh
individu dalam suatu area tertentu.
b. Kerapatan nisbi atau kerapatan relatif
sama dengan

c. Keanekaragaman jenis
d. Dominansi total
e. Dominansi nisbi (dominansi relatif)
f. Kekerapan (frekuensi)
g. Kekerapan nisbi
h. Importance Value

i. Summed Domminance Ratio

Prinsip kerjanya adalah denganmengukur
jarak terdekat dari pohon ke suatu titik yang diambil secara acak. Urutan
kerjanya adalah sebagai berikut:
a. Buat garis utama dengan arah utara dan selatan
pada komunitas yang telah diketahui luasanya.
b. Pada garis utama dibuat garis-garis
transek tegak lurus, berselang-seling dengan jarak tertentu.
c. Pada garis transek ditentukan titik-titik
pengamatan dan amati jenis x dan amati jenis dan pertumbuhannya.
Batas
tingkatan anak pohon hingga dewasa adalah sebagai berikut:
a. Tinggi < 1,5 cm yaitu tingkat bibit,
semai atau anakan (apabila terdapat di alam).
b. Tinggi > 1,5 cm hingga 3 meter dan
diameter 2,5-10 cm, yaitu tingkat sapling atau sapihan.
c. Diameter antara 10-20 cm yaitu tingkat
poles atau tiang.
d. Diameter > 20 cm yaitu tingkat pohon.
Contoh perhitungan keanekaragaman menurut
rumus Simpson sebagai berikut:
Keanekaragaman
(Diversitas)

Keterangan:
D
= diversitas
N
= jumlah individu dari seluruh jenis yang ada
ni
= jumlah individu dari jenis (spesies) tertentu
ü Potensi Volume (Produktivitas)
Hasil dari pertumbuhan tanaman biasanya
berupa biomasa. Untuk mengukur volume
dan produktivitas (biomasa) dengan cara:
a. Volume
b. Produktivitas
c. Biomasa
ü Semua Tanaman yang ada di Petak Ukur
Parameter untuk faktor ini disebut
“coverage” merupakan persentase penutupan
jenis atau penutupan tajuk seluruh pohon atau seluruh tanaman pada suatu area tertentu.
ü Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan dapat diukur dari:
1. Kondisi morfologi
2. Anatomis
3. Fisiologi
e. Cara-cara Pembuatan
Petak Ukur
1.
Cara Kuadrat
2.
Point Quarter Sampling
3.
Cara Cuplikan berupa jalur
Cara ini terdapat dua buah yaitu:
a.
Line
Intercept (Barner, 1943 dalam Dombois dan Ellenberg, 1974) adalah untuk
mengetahui persentase penutupan suatu tanaman dalam suatu komunitas.
b.
Belt
Transect (Strip Transect atau Line Stricp Method) (Lindsey, 1955 dalam Dombois
dan Ellenberg, 1974)
Cara
ini dapat dipergunakan untuk mengetahui besar % penutupan dan kerapatan
tanaman.
4. Bisect atau Profil
Cara ini dilakukan dengan menggambarkan
seluruh vegetasi dalam suatu komunitas
dan cara penggambarannya adalah dengan menggambarkan seluruh vegetasi pada bidang vertikal dan penggambaran
harus pada skala tertentu.
5. Distance (Plotless) Method
Metode ini merupakan suatu metode cuplikan
yang tidak menggunakan cara- cara
petakan ukur hanya jarak antara pohon saja yang diukur. Pada metode ini terdapat empat cara, yaitu:
a.
Nearest
individual method
b.
Point
centered quarter method
c.
Nearest
neighbor method
d.
Random
pairs method
Cuplikan
dengan cara Distance (Plotless) tersebut dapat dipergunakan untuk melakukan
analisis kerapatan dan kerapatan relatif. Caranya adalah sebagai berikut:


f. Pedoman Pengambilan
Sampel Tanaman Untuk Analisis Laboratorium
ü Dasar-dasar
ü Kekurangan Lawan Kelebihan Sesuatu Unsur
ü Beberapa Faktor Yang Harus
Dipertimbangkan Dalam Mengambil Sampel Tanaman Atau Bagian Tubuh Tanaman
a.
Waktu
Pengambilan Sampel Tanaman
b.
Pemilihan
Lokasi
c.
Sampel
Tanaman
· Tanaman Pangan (Musiman) dan Rumput
1.
Sitem
Jalur
2.
Sistem
Jalur Bergantian
· Tanaman Berupa Pohon
ü Pencucian
ü Pengamatan Struktur Jaringan Secara
Anatomis
ü Pengeringan
2.2.2.2
Fauna
a.
Fauna Daratan
v Metode IPA
ü Frekuensi
ü Dominansi

Keterangan:
Di
= nilai dominansi suatu jenis hewan tertentu
Ni
= jumlah individu suatu jenis
N
= jumlah total individu dari seluruh jenis
Makin
tinggi dominansi suatu jenis hewan tertentu menunjukkan hewan itu makin
dominansi. Komposisi populasi itu bisa dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
a. Jenis hewan yang dominan memiliki nilai
dominansi lebih dari 5%.
b. Jenis hewan sub dominan dengan nilai
dominansi 2 - 5 %.
c. Jenis burung (hewan) tidak dominan dengan
nilai dominansi kurang dari 2%.
ü Indeks Kesamaan Jenis
Indeks kesamaan jenis adalah perbandingan
antara nilai jenis-jenis burung
tertentu dibandingkan dengan pada habitat lain. Rumus indeks kesamaan jenis yang digunakan menurut
Sorensen yaitu:

Keterangan:
IS
= indeks kesamaan Sorensen
A
= jumlah jenis yang ada di luar tapak proyek (habitat pertama)
B
= jumlah jenis yang ada di derah tapak proyek (habitat kedua)
C
= jumlah jenis yang ada di kedua daerah yang berpasangan (di luar dan di daerah tapak proyek)
v Metode Wawancara
v Metode Inventarisasi
v Metode Pengamatan Jejak dan atau Bekas
Kotoran Hewan
b.
Fauna Perairan
b.1 Jenis Benthos
Benthos merupakan makhluk hidup di
perairan yang terdapat:
1. Di
permukaan dasar laut atau di dasar perairan sungai, danau, dan waduk. Benthos
yang hidup di permukaan dasar perairan disebut Epibenthos atau Epifauna.
2. Sementara
itu ada pula benthos yang hidup di dalam sedimen atau lumpur. Bentos yang
demikian disebut Infauna.
b.2 Pengamatan Terhadap
Benthos
a. Metode Pengamatan
Pengamatan terhadap benthos dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1. Hard Substrate
a. Destructive Sampling
·
Scraped
Sampling Cuplikan Kuadrat
·
Scraped
Sampling Cuplikan Transek
b. Non Destructive Sampling
· Perhitungan langsung sepanjang transek
· Perhitungan langsung dengan cuplikan
kuadrat secara acak
· Pemotretan organisme dalam cuplikan
kuadrat yang dibuat permanen
· Pemotretan organisme dalam cuplikan
kuadrat dibuat secara acak
c. Penentuan Persen Penutupan
· Planimeter dengan dot pattern
· Soft substrate (dalam lumpur)
·
Menggali
lapisan lumpur
·
Menangkap
(populasi/m2 atau per m3)
2. Metode Cuplikan
Pada dasarnya metode pencuplikan ada dua
macam, yaitu:
a. Metode Transek (Transect Sampling)
1.
Sejajar
garis pantai
2.
Tegak
lurus garis pantai
b. Metode Kuadrat (Quadrat Sampling)
1.
Bujur
sangkar teratur
2.
Trapesium
teratur
3.
Bujur
sangkar letak tak teratur
b.3 Pengamatan Plankton
Pengamatan plankton dilakukan terhadap
zooplankton dan phytoplankton. Kedua organisme perairan ini hampir sama dan
perbedaannya dapat diidentifikasi oleh Vallee 1972 dalam Tandjung (1989)
sebagai berikut:
No.
|
Aspek
|
Tumbuhan
|
Hewan
|
1.
|
Struktur
Sel
|
Memiliki
dinding sel selulosa
|
Tidak
memiliki dinding sel selulosa sehingga dapat berubah bentuk
|
2.
|
Pertumbuhan
|
Dapat
terus tumbuh secara indefinit dan oleh karena itu beberapa sel tertentu tetap
dalam keadaan tumbuh aktif sepanjang hidupnya
|
Periode
pertumbuhan bersifat definit dan berakhir setelah hewan mencapai ukuran tubuh
yang maksimal
|
3.
|
Pergerakan
|
Umumnya
menetap di tempat dan mengirimkan akar-akarnya ke dalam tanah untuk
memperoleh air dan garam, serta mendapatkan energi dari matahari dengan
mengekspan permukaan datar yang luas
|
Kebanyakan
dapat berpindah tempat untuk mendapatkan makanan
|
4.
|
Pola
Nutrisi (perbedaan terpenting)
|
Membuat
sendiri makanannya “self nourishing” bersifat autotrof
|
Memperoleh
makanan dari organisme lain di dalam lingkungannya (heterotrof)
|
2.2.3
Metode Pengumpulan Data Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat
Secara garis besar penelitian sosial
ekonomi menurut Whitte (1977) dalam Huffsmidt dkk (1986) dapat dilihat pada
tabel berikut:
Metode Pengamatan Data
Sosial Ekonomi
Data Sekunder
|
Metode Kuantitatif
|
Metode
Kualitatif
|
1. Data Demografi
2. Data Ekonomi
|
||
Data
Primer
|
1. Menggunakan Kuesioner
2. Interview
3. Penskalaan Perilaku
|
1. Test Individu
2. Interview Tak Berstruktur
|
|
Partisipasi observasi
|
Survei
perilaku sendiri
|
Pengamatan
observasi individu ke kelompok
|
1. Observasi Tidak Langsung
2. Observasi Langsung Berstruktur
|
Observasi
tak berstruktur
|
Cara Pengumpulan Data
Komponen (Parameter) Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat
No
|
Komponen
Lingkungan
|
Paremeter
Lingkungan
|
Sumber
Data
|
Metode Analisis
|
||
Data
Primer
|
Data
Sekunder
|
Kuantitatif
|
Kualitatif
|
|||
1.
|
Sosial Ekonomi
|
Keadaan
pusat dan perekonomian, infra struktur mata pencaharian dan pendapatan.
|
Observasi
|
Monografi
kecamatan dan kelurahan
|
|
Mencoba
menggambarkan aliran barang atau uang masuk dan keluar dari suatu kawasan dan
menemukenali potensi desa
|
Sistem
penguasaan tanah dan pertanian, peternakan, perikanan, dan sebagainya.
|
Deep
Interview
|
Monografi
desa
|
Tabulasi
silang
|
|
||
2.
|
Demografi
|
Struktur
kependudukan: jumlah, kepadatan, pola kependudukan, struktur umum, jenis
kelamin, pendidikan, persebaran penduduk, dan mobilitas
|
Observasi
|
Monografi
desa dan kecamatan
|
Tabulasi
silang, kecenderungan memusat, mean (X) dsb
|
Menggambarkan
potensi dan masalah demografi yang ada
|
3.
|
Sosial Budaya
|
Perikehidupan
sehari-hari: adat istiadat, tata cara, interaksi intra dan antar kelompok
masyarakat, sistem kepercayaan, tata nilai, dan norma yang berlaku
|
Observasi,
Deep Interview, Questionnaire
|
|
Kecenderungan
memusat, tabulasi silang
|
Menggambarka
pola kehidupan dan adat istiadat yang ada serta sistem kepercayaan
|
Sikap,
nilai dan persepsi berbagai kelompok masyarakat terhadap rencana proyek
|
Observasi,
Deep Interview, Questionnaire
|
|
Tabulasi
silang, kecenderungan memusat
|
Mengidentifikasi
sikap oposisi, dukungan, dan menentang yang diinginkan dari proyek oleh
masyarakat
|
||
Stratifikasi
sosial dan distribusi kekuasaan, mobilitas vertikal dan horizontal
|
Deep
Interview, Questionnaire
|
|
Kecenderungan
memusat, mean (X)
|
Menggambarkan
stratifikasi sosial yang ada dan mobilitas kependudukan
|
||
Integrasi
dan kohesi sosial yang ada
|
Deep
Interview, Questionnaire
|
|
Kecenderungan
memusat, sociogram
|
Menggambarkan
keeratan hubungan sosial yang ada
|
||
Kondisi
tata pranata sosial yang ada serta fungsi masing-masing pranata
|
Deep
Interview, Questionnaire
|
|
Mean
(X), deskriptif statistik
|
Menggambarkan
struktur dan fungsi pranata sosial yang ada
|
||
Orbitasi
kawasan dan interaksinya dengan kawasan lain
|
Observasi,
Interview
|
|
|
Menggambarkan
interaksi antar daerah
|
||
Tingkat
pengalaman masyarakat dengan perubahan dan interaksi dengan budaya lain dan
cara adaptasi yang dilakukan
|
Deep
Interview, Questionnaire
|
|
|
Mendeskripsikan
dampak sosial budaya yang akan terjadi dengan keberadaan proyek
|
||
Fasilitas
dan sarana sosial dan budaya yang ada
|
|
Monografi
desa dan kecamatan
|
|
Menggambarkan
pola dan tingkat ehidupan yang ada
|
||
Peningkatan
sejarah budaya yang ada
|
Deep
Interview pada key informan
|
Monografi
desa dan kecamatan
|
|
Memitigasi
dampak negatif proyek terhadap adat dan budaya setempat
|
||
Masalah
sosial yang ada dan cara penanggulangan
|
Deep
Interview
|
|
|
Menemukenali
cara masyarakat setempat memecahkan masalah.
|
||
4.
|
Kesehatan
Masyarakat
|
Keadaan
dan sistem kesehatan yang ada, predator, sanitasi lingkungan, fasilitas
medis, pelayanan medis, endemi, pandemi, dan epidemi
|
Questionnaire
|
Monografi
Puskesmas
|
Mean
(X)
|
Identifikasi
jenis pola penyakit dan sistem pengobatan dan kesehatan masyarakat
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat
disimpulkan bahwa rona lingkungan merupakan kondisi lingkungan pada saat ini
yaitu kondisi alam atau komponen komponen lingkungan
awalsebelum perencanaan dan pembangunan fisik dimulai. Hal-hal
yang termuat di dalam ronalingkunan yaitu biogeofisik kimia, sosial
budaya, dan ekonomi.Cara pendekatan rona lingkungan hidup bagi suatu proyek
yaitu dengan cara menyusun dan menggunakan daftar komponen lingkungan. Komponen
rona Lingkungan meliputi Geo Fisik Kimia (Iklim, kualitas udara, dan
kebisingan, Fisiografis, Hidrologi, Hidrooceanografi, Ruang, Lahan dan Tanah), Biologi
(Flora dan Fauna); Sosial (Demografi, Ekonomi, Budaya), dan Kesehatan
Masyarakat(Sanitasi lingkungan, dan Tingkat kesehatanmasyarakat).
Metode pengumpulan data rona lingkungan
berbeda-beda tergantung dari jenis komponen yang ada. Manfaat rona lingkungan
hidup bagi kehidupan adalah untuk pendugaan keadaan lingkungan tanpa proyek dan keadaan lingkungan dengan proyek danuntuk menjaga keadaan
lingkungan di masa yang akan datang tanpa proyek.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
1975. Plant Sampling Instruction for Cereals And Pasterus. Fertility Sciences (CSBP).
Barbour,
M.G., Burk, J.H., And Pitts, W.D. 1980. Terrestial Plant Ecology The Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Menlot Park California. Massachusetts.
Chapman,
D.H., And Pratt, F.P. 1961. Methods of Analysis for Soil, Plant and Water. Division of Agricultural Sciences
Univercity of California.
Canter,
L.W., and Hill, l.g. 1979. Handbook of Variables for Environmental Impact Assesment. Ann Arbor Sciences
Publisher Inc. Michigan.
Canter,
L.W. 1982. Enviromental Impact Assesment. Mc Graw Hill Book Company. New York.
Colinvaux,
P. 1986. Ecology. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Dombois,
D.M. dan Ellenberg, E.H. 1974. Aims And Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons Publisher,
International Edition. New York.
Huffsmidt,
M.M., James, D.E., Meister, A.D., Bower, B.T., and Dixon, J.A. 1986. Benefit-Cost Analysis of Natural
System and Environmental Quality Aspect of
Development. East West Environmental And Policy Institute East West Center. Honolulu.
Munn,
R.E. 1979. Environmental Impact Assesment Principles And Procedurel. John Wiley And Sons. Chischester.
Pasaribu,
A. 1975. Pengantar Statistika Edisi
Revisi. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Sugiman.
1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya
Aksara Jakarta. Terjemahan Dari Buku
Karangan Buchman H.O. dan Brady N.C. (1969). The Nature and Properties of Soil. The Macmillan
Company. New York. 1959.
Simon,
S. 1988. Metoda Pengumpulan Data
Hidrooceanografi Kursus Penyusun Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Kerjasama KLH dan PPLH UGM: Yogyakarta.
Tanjung,
S.D. 1989. Pengamatan Terhadap Flora dan
Fauna Kursus Lanjutan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Kerjasama Kantor Menteri Negara Kependudukan dan PPLH UGM: Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar