Google

Sabtu, 19 Agustus 2017

makalah pendidikan dasar matematika teknik





BAB I
BILANGAN RIIL

I.                   BILANGAN REAL

Bilangan real atau bilangan riil  menyatakan bilangan yang dapat dituliskan dalam bentuk decimal, seperti 2,86547… atau 3.328184. Dalam notasi penulisan bahasa Indonesia, bilangan desimal adalah bilangan yang memiliki angka di belakang koma “,” sedangkan menurut notasi ilmiah, bilangan desimal adalah bilangan yang memiliki angka di belakang tanda titik “.”. Bilangan real meliputi bilangan rasional, seperti 42 dan −23/129, dan bilangan irrasional, seperti π dan √2, dan dapat direpresentasikan sebagai salah satu titik dalam garis bilangan.

Himpunan semua bilangan riil dalam matematika dilambangkan dengan R (berasal dari kata “real”).



II.                BILANGAN REAL DAN PENYUSUNYA



1)      Bilangan Asli

Bilangan asli adalah bilangan yang diawali dengan angka 1. Bilangan asli ini dilambangkan dengan huruf A, atau dapat juga ditulis dalam bentuk A = {1, 2, 3, 4, …}.

2)      Bilangan Cacah

Bilangan cacah adalah gabungan bilangan asli dengan 0. Bilangan cacah ini dilambangkan dengan huruf C, atau dapat juga ditulis dalam bentuk C = {0, 1, 2, 3, …}.

3)      Bilangan Bulat

Bilangan bulat adalah gabungan antara bilangan cacah dan bilangan negatif. Bilangan bulat dilambangkan dengan huruf B, atau dapat juga dalam bentuk B = { …, -2, -1, 0, 1, 2, … }.

4)      Bilangan Rasional

Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dinyatakan dalam bentuk  dengan  dan . Bilangan rasional dilambangkan dengan Q, atau dapat juga ditulis dalam bentuk Q = { …, -4, , , 0, , …}.

5)      Bilangan Irrasional

bilangan irasional adalah bilangan riil yang tidak bisa dibagi (hasil baginya tidak pernah berhenti). Dalam hal ini, bilangan irasional tidak bisa dinyatakan sebagai a/b, dengan a dan b sebagai bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Jadi bilangan irasional bukan merupakan bilangan rasional. Contoh yang paling populer dari bilangan irasional adalah bilangan π, 22 {\displaystyle {\sqrt {2}}}^1/2, dan bilangan e.

Bilangan π sebetulnya tidak tepat, yaitu kurang lebih 3.14, tetapi

= 3,1415926535.... atau

= 3,14159 26535 89793 23846 26433 83279 50288 41971 69399 37510...

III.             OPERASI PADA BILANGAN REAL



1)      Penjumlahan

Operasi penjumlahan pada bilangan riil berlaku sifat :

a.       Komutatif  a + b = b + a  misal:  3 + 5 = 5 + 3

b.      Assosiatif  (a + b) + c = a + (b + c)  misal:  (2 + 3) + 5 = 2 + (3 + 5)

2)      Pengurangan

Operasi pengurangan pada bilangan riil tidak berlaku sifat komutatif maupun assosiatif.

3)      Perkalian

Operasi perkalian pada bilangan riil berlaku sifat:

Komutatif  a x b = b x a  misal:  5 x 7 = 7 x 5

Assosiatif  (a x b) x c = a x (b x c)  misal:  (3 x 5) x 7 = 3 x (5 x 7)

Distributif  a x (b + c) = (a x b) + (a x c) 

misal:  2 x (3 + 5) = (2 x 3) + (2 x 5)a x (b – c) = (a x b) – (a x c)

misal:  2 x (3 – 5) = (2 x 3) – (2 x 5)

4)      Pembagian

Operasi pembagian pada bilangan riil tidak berlaku sifat komutatif, assosiatif, maupun distributif. Agar kalian lebih memahami operasi – operasi pada bilangan riil seperti yang disebut di atas, perhatikan contoh – contoh berikut dengan baik.



BAB II
FUNGSI

I.                    Pengertian Fungsi

dalam istilah matematika adalah pemetaan setiap anggota sebuah himpunan (dinamakan sebagai domain) kepada anggota himpunan yang lain (dinamakan sebagai kodomain).

Istilah ini berbeda pengertiannya dengan kata yang sama yang dipakai sehari-hari, seperti “alatnya berfungsi dengan baik.”

Konsep fungsi adalah salah satu konsep dasar dari matematika dan setiap ilmu kuantitatif. Istilah “fungsi“, “pemetaan“, “peta“, “transformasi“, dan “operator” biasanya dipakai secara sinonim.

Anggota himpunan yang dipetakan dapat berupa apa saja (kata, orang, atau objek lain), namun biasanya yang dibahas adalah besaran matematika seperti bilangan riil..

Untuk mendefinisikan fungsi dapat digunakan notasi berikut.


Dengan demikian kita telah mendefinisikan fungsi f yang memetakan setiap elemen himpunan A kepada B. Notasi ini hanya mengatakan bahwa ada sebuah fungsi f yang memetakan dua himpunan, A kepada B. Tetapi bagaimana tepatnya pemetaan tersebut tidaklah terungkapkan dengan baik. Maka kita dapat menggunakan notasi lain.



atau


Sebuah fungsi f dapat dimengerti sebagai relasi antara dua himpunan, dengan unsur pertama hanya dipakai sekali dalam relasi tersebut.

Contoh :

Tentukan domainnya sehingga fungsi di bawah ini memberikan nilai bilangan reala. y = 2x2 + 42x −3

b. y =x + 4

c. y = 2x − 6

Jawab :

a. Daerah asalnya x Real, karena setiap x elemen bilangan real, fungsi memberikan

nilai bilangan real : Df = { x R}

b. fungsi y =2x −3

merupakan fungsi pecahan, dimana fungsi tidak akan
x + 4 memberikan suatu nilai jika penyebutnya bernilai 0 (nol). Jadi Daerah asalnya x

R dimana x + 4 ≠ 0 atau Df = {x | x ≠ -4, x R }

c. fungsi y = 2x − 6 merupakan fungsi dalam akar, dimana fungsi tidak akan

memberikan suatu nilai real jika di dalam akar bernilai negatif. Jadi Daerah asalnya

x R dimana 2x – 6 > 0 atau Df = {x | x > 3, x R}



BAB III
LIMIT FUNGSI

I.                    DEFINISI LIMIT

Limit suatu fungsi merupakan salah satu konsep mendasar dalam kalkulus dan analisis, tentang kelakuan suatu fungsi mendekati titik masukan tertentu.

Suatu fungsi memetakan keluaran f(x) untuk setiap masukan x. Fungsi tersebut memiliki limit L pada titik masukan p bila f(x) "dekat" pada L ketika x dekat pada p. Dengan kata lain, f(x) menjadi semakin dekat kepada L ketika x juga mendekat menuju p. Lebih jauh lagi, bila f diterapkan pada tiap masukan yang cukup dekat pada p, hasilnya adalah keluaran yang (secara sembarang) dekat dengan L. Bila masukan yang dekat pada p ternyata dipetakan pada keluaran yang sangat berbeda, fungsi f dikatakan tidak memiliki limit.

II.                  beberapa definisi limit fungsi yang umum diterima.



a.                   Fungsi pada garis

Bila f : R → {\displaystyle \rightarrow } R terdefinisi pada garis bilangan riil, dan p, L {\displaystyle \in } R maka kita menyebut limit f ketika x mendekati p adalah L, yang ditulis sebagai:

lim x → p f ( x ) = L {\displaystyle \lim _{x\to p}f(x)=L}

jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ > 0 sehingga |x - p|< δ mengimplikasikan bahwa |f (x) - L | < ε . Di sini, baik ε maupun δ merupakan bilangan riil. Perhatikan bahwa nilai limit tidak tergantung pada nilai f (p)

Limit searah


Limit saat: x → x0+ ≠ x → x0-. Maka, limit x → x0 tidak ada.

Masukan x dapat mendekati p dari atas (kanan di garis bilangan) atau dari bawah (kiri). Dalam hal ini limit masing-masingnya dapat ditulis sebagai



lim x → p + f ( x ) = L {\displaystyle \lim _{x\to p^{+}}f(x)=L}

atau

lim x → p − f ( x ) = L {\displaystyle \lim _{x\to p^{-}}f(x)=L}

Bila kedua limit ini sama nilainya dengan L, maka L dapat diacu sebagai limit f(x) pada p . Sebaliknya, bila keduanya tidak bernilai sama dengan L, maka limit f(x) pada p tidak ada.

Definisi formal adalah sebagai berikut. Limit f(x) saat x mendekati p dari atas adalah L bila, untuk setiap ε > 0, terdapat sebuah bilangan δ > 0 sedemikian rupa sehingga |f(x) - L| < ε pada saat 0 < x - p < δ. Limit f(x) saat x mendekati p dari bawah adalah L bila, untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan δ > 0 sehingga |f(x) - L| < ε bilamana 0 < p - x < δ.

Bila limitnya tidak ada terdapat osilasi matematis tidak nol.

Limit fungsi pada ketakhinggaan


Limit fungsi ini ada pada ketakhinggaan.

Bila dua unsur, ketakhinggaan positif dan negatif {-∞, +∞}, ditambahkan pada garis bilangan riil, kita dapat mendefinisikan limit fungsi pada ketakhinggaan. Dua unsur tambahan ini bukanlah bilangan, namun berguna dalam memerikan kelakuan limit pada kalkulus dan analisis.

Bila f(x) adalah fungsi riil, maka limit f saat x mendekati tak hingga adalah L, dilambangkan sebagai:

lim x → ∞ f ( x ) = L , {\displaystyle \lim _{x\to \infty }f(x)=L,}

jika dan hanya jika untuk semua ε > 0 terdapat S > 0 sedemikian rupa sehingga |f (x) - L| < ε bilamana x > S.

Dengan cara yang sama, limit f saat x mendekati tak hingga adalah tak hingga, dilambangkan oleh











lim x → ∞ f ( x ) = ∞ , {\displaystyle \lim _{x\to \infty }f(x)=\infty ,}

jika dan hanya jika bila untuk semua R > 0 terdapat S > sedemikian sehingga f(x) > R bilamana x > S.

Rumus biasa


lim x → p ( f ( x ) + g ( x ) ) = lim x → p f ( x ) + lim x → p g ( x ) lim x → p ( f ( x ) − g ( x ) ) = lim x → p f ( x ) − lim x → p g ( x ) lim x → p ( f ( x ) g ( x ) ) = lim x → p f ( x ) lim x → p g ( x ) lim x → p ( f ( x ) / g ( x ) ) = lim x → p f ( x ) / lim x → p g ( x ) {\displaystyle {\begin{matrix}\lim \limits _{x\to p}&(f(x)+g(x))&=&\lim \limits _{x\to p}f(x)+\lim \limits _{x\to p}g(x)\\\lim \limits _{x\to p}&(f(x)-g(x))&=&\lim \limits _{x\to p}f(x)-\lim \limits _{x\to p}g(x)\\\lim \limits _{x\to p}&(f(x)\cdot g(x))&=&\lim \limits _{x\to p}f(x)\cdot \lim \limits _{x\to p}g(x)\\\lim \limits _{x\to p}&(f(x)/g(x))&=&{\lim \limits _{x\to p}f(x)/\lim \limits _{x\to p}g(x)}\end{matrix}}}

Rumus


Contoh :

1.       Lim (x2 + 8)          =  72 + 8 = 57

x -> 7

2.       Lim (x3 – x + 7)   = 53 -  5 + 7 = 127

x -> 5











BAB IV
BARIS & DERET



A. Pengertian Barisan dan Deret

1.Barisan Bilangan

Perhatikan susunan bilangan berikut :

a.1, 2, 3, 4, 5,…;dinamakan barisan bilangan asli

b.2, 4, 6, 8, 10,…;dinamakan barisan bilangan asli genap

c.1, 3, 6, 10, 15,…;dinamakan barisan bilangan segitiga

d.1, 1, 2, 3, 5, 8, 13,;dinamakan barisan bilangan Fibonacci

Bilangan-bilangan yang membentuk suatu barisan disebut suku-suku barisan. Bilangan pertama atau suku pertama dilambangkan dengan u1, suku kedua dengan u2, suku ketiga dengan u3, suku ke-k dengan uk,…, demikian seterusnya sampai suku ke-n dengan un (n bilangan asli).

Indeks n menyatakan banyaknya suku dalam barisan itu. Untuk nilai n bilangan asli berhingga, barisan itu dinamakan barisan berhingga. Suku ke-n dilambangkan dengan un disebut suku umum barisan. Pada umumnya, suku ke-n atau un merupakan fungsi dengan daerah asal (domain) bilangan asli n.

Barisan bilangan adalah susunan bilangan yang memiliki pola atau aturan tertentu antara satu bilangan dengan bilangan berikutnya. Jika bilangan pertama u1, bilangan kedua u2, bilangan ketiga u3, …, dan bilangan ke-n adalah un, maka barisan bilangan itu dituliskan sebagai

u1, u2, u3, ... , uk, ... , un

Contoh :

1)      Tentukan tiga suku pertama pada barisan berikut ini, jika suku ke-n dirumuskan sebagai un = 3n + 1

Jawab :

Suku ke-n, un = 3n + 1

Untuk                     n = 1, diperoleh u1 = 3(1) + 1 = 4

n = 2, diperoleh u2 = 3(2) + 1 = 7

n = 3, diperoleh u3 = 3(3) + 1 = 10


Jadi, tiga suku pertama barisan itu adalah u1 = 4, u2 = 7, dan u3 = 10.

2)      Tentukan rumus umum suku ke-n untuk barisan berikut ini, jika empat buah suku pertama diketahui sebagai berikut.

a)      4, 6, 8, 10, . . .                                  b) 1, 9, 25, 49, . . .





Jawab :

a)      4, 6, 8, 10, . . .; barisan dengan suku pertama u1 = 4 dan selisih dua suku yang berurutan bernilai konstan sama dengan 2.

Jadi, un = 2n + 2

b)      1, 9, 25, 49, . . .; dapat ditulis sebagai (1)2, (3)2, (5)2, (7)2, ...; barisan dengan suku-sukunya merupakan kuadrat dari bilangan asli ganjil.

Jadi, un = (2n – 1)2.



2.      Deret

Perhatikan kembali barisan  Jika suku-suku tersebut dijumlahkan dalam bentuk u1, u2, u3, ... , uk, ... , un, maka penjumlahan barisan tersebut dinamakan deret. Jumlah suku-suku pada barisan hingga n suku pertama dinyatakan dengan Sn. Misalnya jumlah 5 suku pertama ditulis Sn = u1 + u2 + u3 + u4 + u5 .

Contoh :

1)      Diketahui suatu deret 2 + 4 + 6 + …, hitunglah jumlah 5 suku pertama.

Jawab:

Sn = 2 + 4 + 6 + 8 + 10 = 30

Jadi, jumlah 5 suku pertama deret tersebut adalah 30.

B.Barisan Aritmatika

Perhatikan barisan aritmatika 1, 3, 5, 7,… dan 2, 4, 6, 8,….; setiap selisih anatara dua suku yang berurutat adalah tetap nilainya yaitu:

3-1 = 5-3 = 7-5 =…= 2

4-2 = 6-4 = 8-6 =…= 2

Secara umum u1, u2, u3, ... , un adalah barisan aritmatika apabila u2 – u1 = u3 – u2 = u4 – u3 = konstanta. Konstanta ini disebut beda dan dinyatakan dengan b.

Sehingga barisan aritmatika dapat kita definisikan sebagai berikut:

Barisan aritmatika adalah suatu barisan dengan selisih (beda) antara dua suku yang berurutan selalu tetap. Bentuk umum :

u1, u2, u3, ... , un  atau

a, ( a + b ), ( a + 2b ), ... , (a + (n – 1) b)



Pada barisan aritmatika, berlaku un – un-1 = b , sehingga un = un-1 + b.



a.         Rumus umum suku ke-n pada Barisan Aritmatika

Misalkan suatu barisan aritmatika dengan suku pertama a dan beda b, maka suku barisan itu dapat divisualisasikan sebagai berikut :

I u1 = a

I u2 = a + b

I u3 = a + 2b

I u4 = a + 3b

I un = a + ( n -1 ) b

Berdasarkan pola atau keteraturan suku-suku barisan di atas, maka rumus suku ke-n untuk barisan aritmatika dapat ditentukan dengan hubungan berikut.

Misalkan suatu barisan aritmatika dengan suku pertama a dan beda b, rumus umum suku ke-n dari barisan aritmatika itu ditentukan oleh :

I un = a + ( n -1 ) b

Contoh :

1)   Carilah suku pertama, beda, dan suku ke-6 dari barisan aritmatika 4, 1, -2, -5, . . .

Jawab :

Barisan 4, 1, -2, -5, …

Suku pertama                              u1 = a = 4,

Beda                                            b = 1 – 4 = -3,

Suku ke-6                                    u6 = a + 5b = 4 + 5(-3) = -11

Jadi, suku pertama a = 4, beda b = -3, dan suku ke-6 adalah u6 = 11 



b.         Suku tengah pada barisan aritmatika

Suku tengah suatu barisan aritmatika dapat ditentukan melalui deskripsi berikut ini.

Misalkan barisan aritmatika yang terdiri dari atas (2k-1) suku : u1, ... ,uk, ... , u2k-1, maka suku tengahnya adalah uk.

Suku tengah uk = a + (k-1) b = ½{2a+2(k-1)b} = ½{a+a+(2k-2)b} = ½ {u1 + u2k-1}. Jadi, suku tengahnya ditentukan oleh hubungan uk = ½ {u1+u2k-1}.



Contoh :

1)   Diketahui barisan aritmatika 3, 5, 7, 9, …, 95. Banyak suku pada barisan itu adalah ganjil.

a)    Carilah suku tengahnya

b)   Suku keberapakah suku tengahnya itu?

c)    Berapakah banyak suku barisan itu?

Jawab :

a)    Barisan 3, 5, 7, 9, …, 95. Suku pertama a = u1 = 3, beda b = 2, dan suku terakhir u2k-1 = 95.

uk = ½ (u1+u2k-1) = ½ (3 + 95) = 49

Jadi, suku tengahnya adalah 49.

b)   Dari hasil a), diperoleh :

U uk = a + ( k-1) b = 49

3 + (k-1)2 = 49

2k = 48

k = 224

Jadi, suku tengahnya adalah suku ke-24.

c)    Banyaknya suku barisan itu sama dengan 2k – 1 = 2(24) – 1 = 47.



c.         Sisipan pada barisan aritmatika

Misalkan diantara dua bilangan real x dan  (dengan x ≠ y ) akan disisipkan sebanyak k buah bilangan ( k bilangan asli). Bilangan – bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang disisipkan itu membentuk suatu barisan aritmatika. Susunan bilangan-bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang disisipkan dapat divisualisasikan dengan menggunakan bagan sebagaimana diperlihatkan berikut ini.




Di antara dua bilangan x dan y disisipkan sebanyak k buah bilangan sehingga bilangan-bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang disisipkan membentuk barisan aritmatika. Nilai beda barisan aritmatika yang terbentuk dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan

 b =( y – x) / (k + 1)



Dengan x dan y bilangan real (x ≠ y )dan k bilangan asli.

Contoh :

1)   Di antara bilangan 4 dan 28 disisipkan 5 buah bilangan sehingga bilangan-bilangan semula dengan bilangan-bilangan yang disisipkan membentuk barisan aritmatika. Carilah beda dari barisan aritmatika yang terbentuk.

Jawab :

Diketahui x = 4, y = 28, dan k = 5

Didapat b =( y – x) / (k + 1) =  (28-4)/(5+1)=4

Jadi, beda barisan aritmatika yang terbentuk adalah b =4 .

C.Deret Aritmatika

Jumlah beruntun suku-suku suatu barisan aritmatika disebut sebagai deret aritmatika. Sebagai contoh :

·      Dari barisan aritmatika 1, 3, 5, 7, …, 99 dapat dibentuk deret aritmatika 1 + 3 + 5 + 7 + … + 99,

·      Dari barisan aritmatika 2, 4, 6, 8, …, 2n dapat dibentuk deret aritmatika 2 + 4 + 6 + 8 + … + 2n.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan, jika u1, u2, u3, ... , un, merupakan suku – suku barisan aritmatika, maka u1 + u2 + u3 + ... + un dinamakan sebagai deret aritmatika.

a.         Rumus jumlah n suku pertama deret aritmatika

Jumlah n suku pertama deret aritmatika dilambangkan dengan Sn , dan Sn ditentukan oleh :

Sn = u1 + u2  +  u3 + ... + un-2 + un-1 + un

Substitusikan u1 = a, u2  = a+b,  u3 = a+2b ,  un-2 = un – 2b, un-1 =un – b; diperoleh

Sn = a + (a+b) + (a+2b) + ... +  (un – 2b) + (un – b) + un …(*)

Jika urutan suku-suku penjumlahan pada persamaan (*) itu dibalik,  diperoleh:

Sn = un + (un – b) + (un – 2b) + ... + (a+2b) +  (a+b) + a … (**)

Jumlahkan masing masing ruas pada persamaan (*) dengan persamaan (**), sehingga diperoleh








Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah n suku pertama suatu deret aritmatika dapat ditentukan melalui hubungan sebagai berikut.

Jumlah n suku pertama suatu deret aritmatika u1 + u2 + u3 + ... + un  ditentukan dengan menggunakan hubungan :

Sn = n/2 (a+ un)

Dengan n = banyak suku, a = suku pertama, dan un  = suku ke-n.

a.         Sifat-sifat Sn pada deret aritmatika

Jumlah n suku pertama deret aritmatika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut.

1.        Sn = n/2 (a+ un)merupakan fungsi kuadrat dari n (n bilangan asli) yang tidak memiliki suku tetapan.

2.        Untuk setiap n bilangan asli berlaku hubungan Sn -Sn-1 = un (Suku ke-n).

Contoh :

1)        Hitunglah jumlah deret aritmatika 2 + 4 + 6 + … + 60.

Jawab :

Untuk menghitung jumlah deret pada soal di atas, perlu ditentukan terlebih dulu banyak suku atau n melalui hubungan un = a + (n-1)b.

2 + 4 + 6 + … + 60, a = 2, b = 2, dan un = 60

60 = 2 + (n-1) 2

60 = 2n

n = 30

S30 = 30/2 (a+ u30) = 15(2+60) = 930

Jadi, jumlah deret aritmatika 2 + 4 + 6 + … + 60 adalah S30 = 930









CONTOH SOAL



1.      Rumus umum suku ke-n dari suatu barisan ditentukan melalui hubungan un= an2 + bn. Suku ke-2 dan suku ke-7 dari barisan itu masing-masing sama dengan 8 dan 63.

a.       Hitunglah nilai a dan nilai b

b.      Tentukan suku ke-10

2.      Tulislah deret bilangan berikut ini, kemudian tulislah hasil penjumlahannya.

a.       Deret 6 bilangan asli kelipatan tiga yang pertama

b.      Deret 5 bilangan segitiga yang pertama

c.       Deret 6 bilangan persegi yang pertama

3.      Suku ke-3 suatu barisan aritmatika sama dengan 11, sedangkan suku ke-10 sama dengan 39.

a.       Carilah suku pertama dan beda barisan itu

b.      Carilah rumus suku ke-n

4.      Suku ke-5 suatu deret aritmatika adalah 40 dan suku ke-8 deret itu adalah 25.

a.       Tentukan suku pertama dan beda deret aritmatika itu

b.      Hitunglah jumlah sepuluh suku pertama dari deret aritmatika itu



KUNCI JAWABAN



1.        Nilai a dan b, serta suku ke-10 adalah

a.         Rumus umum suku ke-n : un= an2 + bn

·           Suku ke-2 sama dengan 8, diperoleh hubungan:

 a(2)2 + b(2) = 8

4a + 2b = 8

2a + b = 4                      (*)

·           Suku ke-7 sama dengan 63, diperoleh hubungan:

A a(7)2 + b(7) = 63

49a + 7b = 63

7a + b = 9   .................................. (*)

Persamaan (*) dan (**) membentuk sistem persamaan linear dua variabel (dengan variabel a dan variabel b) sebagai berikut:

2a + b =4

7a + b =9

Solusi atau penyelesaian dari sistem persamaan linear dua variabel diatas adalah a = 1 dan b = 2.

Jadi, nilai a = 1 dan b = 2.

b.         Berdasarkan hasil perhitungan a rumus umum suku ke-n dapat dinyatakan sebagai un= n2 + 2n.

Untuk n = 10 diperoleh u10 = (10)2 + 2(10) = 120

Jadi, suku ke-10 dari barisan itu adalah u10 = 120.

2.        Deret bilangan dan jumlahnya adalah

a.       3 + 6 + 9 + 12 + 15 + 18

Sn =3 + 6 + 9 + 12 + 15 + 18 = 60

b.      1 + 3 + 6 + 10 + 15

Sn = 1 + 3 + 6 + 10 + 15 = 35

c.       1 + 4 + 9 + 16 + 25 + 36

Sn = 1 + 4 + 9 + 16 + 25 + 36 = 91

3.        Suku pertama dan beda, serta rumus suku ke-n adalah

a.        u3 = 11 → a + 2b = 11              .................. (1)

u10 = 39 → a + 9b = 39 .... ..            (2)

Dari persamaan (1) dan (2) didapat 𝑎=3 dan 𝑏=4.

Jadi, suku pertama a = 3 dan beda b = 4.

      b.       un = a + (n-1) b

    = 3 + (n-1) 4

    = 4n-1

Jadi, rumus suku ke-n adalah un = 4n-1.

4.        Suku pertama, beda serta jumlah ssepuluh suku pertama adalah

a.       Suku ke-5 sama dengan 40

u5 = 40 → a + 4b = 40 .....       (1)

Suku ke-8 sama dengan 25

u8 = 25 → a + 7b = 25 ......      (1)

Kedua persamaan di atas membentuk system persamaan linear dua variabel dan penyelesaiannya adalah a = 60 dan b = -5.

Jadi, suku pertama dan beda dari deret aritmatika itu berturut-turut adalah a = 60 dan b = -5





A.    DERET TAYLOR DAN DERET MACLAURIN

Dalam matematika, deret Taylor adalah representasi fungsi matematika sebagai jumlahan tak hingga dari suku-suku yang nilainya dihitung dari turunan fungsi tersebut di suatu titik. Deret ini dapat dianggap sebagai limit polinomial Taylor. Deret Taylor mendapat nama dari matematikawan Inggris Brook Taylor. Bila deret tersebut terpusat di titik nol, deret tersebut dinamakan sebagai deret Maclaurin, dari nama matematikawan Skotlandia Colin Maclaurin.

Deret Maclaurin adalah bila pada deret Taylor tersebut berpusat pada titik nol. Jadi bisa disimpulkan bahwasanya deret Maclaurin adalah bagian deret Taylor, dengan kata lain, deret Taylor yang berpusat di nol disebut dengan deret Maclaurin.

Definisi

Deret Taylor dari sebuah fungsi riil atau fungsi kompleks f(x) yang terdiferensialkan takhingga dalam sebuah persekitaran sebuah bilangan riil atau kompleks a adalah deret pangkat


yang dalam bentuk lebih ringkas dapat dituliskan sebagai


dengan n! melambangkan faktorial n dan f (n)(a) melambangkan nilai dari turunan ke-n dari f pada titik a. Turunan kenol dari f didefinisikan sebagai f itu sendiri, dan (xa)0 dan 0! didefinisikan sebagai 1.

Dalam kasus khusus di mana a = 0, deret ini disebut juga sebagai Deret Maclaurin.

Teorema Taylor dalam satu variabel

Dalam kalkulus, teorema Taylor memberikan barisan pendekatan sebuah fungsi yang diferensiabel pada sebuah titik menggunakan suku banyak (polinomial). Koefisien polinomial tersebut hanya tergantung pada turunan fungsi pada titik yang bersangkutan. Teorema ini juga memberikan estimasi besarnya galat dari pendekatan itu. Teorema ini mendapat nama dari matematikawan Brook Taylor, yang menyatakannya pada tahun 1712, meskipun hasilnya sudah ditemukan pertama kali tahun 1671 oleh James Gregory.

Teorema Taylor dalam satu variabel

Teorema Taylor menyatakan sembarang fungsi mulus dapat dihampiri dengan polinomial. Contoh sederhana penerapan teorema Taylor adalah hampiran fungsi eksponensial ex di dekat x = 0:


Hampiran ini dinamakan hampiran Taylor orde ke-n’ terhadap ex karena menghampiri nilai fungsi eksponensial menggunakan polinomial derajat n. Hampiran ini hanya berlaku untuk x mendekati nol, dan bila x bergerak menjauhi nol, hampiran ini menjadi semakin buruk. Kualitas hampiran dinyatakan oleh suku sisa:


Lebih umum lagi, teorema Taylor berlaku untuk setiap fungsi yang dapat diturunkan ƒ, dengan hampiran untuk x di dekat titik a, dalam bentuk:


Suku sisa adalah perbedaan antara fungsi dan polinomial hampirannya:


Meskipun rumus eksplisit untuk suku sisa ini jarang digunakan, teorema Taylor juga memberikan estimasi nilai sisanya. Dengan kata lain, untuk x cukup dekat terhadap a, suku sisa haruslah cukup kecil. Teorema Taylor memberikan informasi persis seberapa kecil suku sisa tersebut.



Rumus Deret Taylor  diturunkan dari Deret Maclaurin:

Deret Maclaurin  f(x) = f(0) + f'(0) x +  x2 +  x3 + .....

menyatakan sebuah fungsi dalam koefisien diferensialnya di titik x = 0, yakni di titik  K (gambar di bawah).

 


      y                                           y=f(x)                      

                                    P

     

      K                              f(h)

         f(a)                                          x

                     h

Di titik P:  f(h) = f(0) + f'(0) h +  h2 +  h3 + ....

Jika sekarang kita geserkan sumbu y  sejauh a  ke kiri,

                                                            y=f(x)        maka persamaan kurvanya

      y                                                                      terhadap sumbu yang baru

                                                P                           

                  K                                                         menjadi y = F(x+a)

                        f(a)                     f(a+h)

      o                                                       x             dan harganya di titik K

                                 h                                          

                                                                              sekarang menjadi f(a).

Di titik P:  F(a+h) = F(a) + F '(a) h +  h2 +  h3 + .....



Jika  a = x, maka menjadi deret yang umum

Deret Taylor:  f(x+h) = f(x) + f '(x) h +  h2 +  h3 + .....

Untuk x = 0 & h = x à menjadi Deret Maclaurin.













BAB V
TURUNAN

TURUNAN

Turunan adalah pengukuran terhadap bagaimana fungsi berubah seiring perubahan nilai input, atau secara umum turunan menunjukkan bagaimana suatu besaran berubah akibat perubahan besaran lainnya. Proses dalam menemukan turunan  disebut diferensiasi.


  •  adalah symbol untuk turunan pertama.
  •  adalah symbol untuk turunan kedua.
  •  adalah symbol untuk turunan ketiga.

Symbol lainnya selain  dan  adalah  dan 

TURUNAN PERTAMA

Misalnya  merupakan fungsi dari x atau dapat ditulis juga y=f(x). Turunan dari y terhadap x dinotasikan sebagai berikut:


Denganmenngunakandefinisiturunandiatasdapatditurunkanbeberaparumus-rumusturunan, yaitu :

1. Jikadiketahui dimana C dan n konstanta real, maka 

Perhatikancontohberikut :


2. Jikadiketahui  y=C dan  

Perhatikancontohberikut :


3. Untuk y=f(x)+g(x) maka 

Perhatikancontohberikut :


4. Untuk y=f(x).g(x) maka


ataudapatjugakitamisalkan f(x)=u dan g(x)=v sehinggarumusturunanu.v=u’v+uv’

contoh :


5. 


6. Untukturunanlaintersajidalampenjelasandibawahini.


TURUNAN KEDUA

Turunankeduadari y=f(x) terhadap x dinotasikansebagaiberikut


Turunankeduamerupakanturunan yang diperolehdenganmenurunkankembaliturunanpertama.Perhatikancontohberikut :


Penggunakanuntukturunankeduainiantara lain untuk :

a. Menentukangradiengarissinggungkurva

Jikadiketahuigaris g menyinggungkurva y=f(x) padatitik (a,f(a)) sehinggagradienuntuk g adalah


Sebagaicontohtentukanlahgradiengarissinggungdarikurva y=x²+3x dititik (1,-4) !

Penyelesaian :


Sehinggagradiengarissinggungkurva y=x²+3x dititik (1,-4) adalah m=y(1)=2.1+3=5

b. Menentukanapakah interval tersebutnaikatauturun

kurva y =f(x) naikjika f ‘ (x) >0  dan  kurva y=f(x) turunjika f ‘ (x) <0. Lalubagaimanacaramenentukan  f ‘ (x) > 0  atau  f ‘ (x) <0 ? kitagunakangarisbilangandari f ‘ (x). Perhatikancontohberikut :

Tentukanlah interval naikdan interval turundarifungsi y=x³+3x²-24x !

Jawab :

y=f(x)=x³+3x²-24x →f ‘ (x)=3x²+6x-24=3(x²+2x-8)=3(x+4)(x-2)


Berdasarkangarisbilangan yang diperolehdiatas :

f ‘ (x) >0 untuk x<-4 dan x>2 yang merupakan interval untukfungsinaik.

F ‘ (x) <0 untuk -4 < x < 2 yang merupakan interval untukfungsiturun.

c. Menentukannilaimaksimumdannilai minimum

Nilaimaksimumdannilai minimum fungsiiniseringdisebutjugadengannilaiekstrimataunilaistasionerfungsi, yang dapatdiperolehpada f ‘ (x)=0 untukfungsi y=f(x). Untuklebihjelasnyaperhatikancontohberikut.

Tentukannilaiekstrimdarifungsi y=x³-3x²-24x-7 !

Jawab :

y’=3x²-6x-24

nilaiekstrimdiperolehdari y’=o maka

3x²-6x-24 = 0

(x²-2x-8)=0

(x-4)(x+2)=0

x1=4 ; x2=-2


Berdasarkangarisbilangandiatas :

Fungsimaksimumpada x=-2 sehingganilaibalikmaksimumnyayaitu :

f(-2)=(-2)³-3(-2)²-24(-2)-7

f(-2)=21

Fungsi minimum pada x=4 sehingganilaibalikminimumnyayaitu :

f(4)=(4)³-3(4)²-24(4)-7

f(4)=-87

TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

Berikutinirumusuntukturunanfungsitrigonometri :




Perhatikancontohberikut :


Jawab :













BAB VI
INTEGRAL

INTEGRAL

Integral adalahkebalikandari proses diferensiasi. Integral ditemukanmenyusulditemukannyamasalahdalamdiferensiasi di manamatematikawanharusberpikirbagaimanamenyelesaikanmasalah yang berkebalikandengansolusidiferensiasi.
Lambang integral adalah

Integral terbagiduayaituintegral taktentudanintegral tertentu.Bedanyaadalah integral tertentumemilikibatasatasdanbatasbawah.Integral tertentubiasanyadipakaiuntukmencari volume bendaputardanluas.

Disini C adalahsembarangkonstanta.

1.  
Rumusumum
         
2.  FungsiAljabar
       
3.  FungsiEksponensial
      
4.  FungsiTrigonometri
     
5.  FungsiTrigonometri  (lanjutan)
    

6.  Fungsi Invers Trigonometri
      
7.  FungsiHiperbolik
      
8.   Berikutiniadalah
rumus-rumustrigonometri yang seringdigunakandalammenyelesaikanmasalah integral.
      
9.  Gunakan
RumusTrigonometritersebutuntukmencari
     
10.  Sepertinomor 9.
      
11.  INTEGRAL PARSIAL
     
Rumusdari Integral Parsial
         
12.   Hitunganberikutmenggunakan integral Parsialdengancarareduksi
      
13.   Sepertinomor 12.
       
14.  Masihmenggunakan integral parsial.
       
15.   Menyelesaikanmasalahberikut menggunakan integral parsial,  dengan
rumusreduksi
        
16.   SUBSTITUSI TERIGONOMETRI.
         Untuk Integrand denganbentuksepertiberikut, gunakansubstitusiTrigonometri
        

17.  INTEGRAL FUNGSI RASIONAL.
     
       Ubahlahfungsirasionalmenjadipecahanparsial, dengancara :
      (i)    Apabila g (x) terdiridarisatusukusaja, bagilah  f (x) dengan g (x)
     (ii)  Apabiladerajat f (x) lebihbesaratausamadenganderajatderajat g (x), bagilah f (x) dengan g (x) . Sisanya yang dipecahmenjadipecahanparsial.
   (iii)  Selanjutnyafaktorkanpenyebut, yaitu g (x).
   (iv)  Berikutadalah petunjukmengubahkepecahanparsial
        
Catatanuntuk  :
                           
          
                     Integral fungsirasionaldenganpembilangadalahturunanpenyebutsamadenganlndaripenyebut
            adalahbentukarctan
             Contoh  :

    
CONTOH SOAL DAN PENYELESAIANNYA                


Substitusi

Contohsoal:

Carinilaidari:





Integrasiparsial

Integral parsialmenggunakanrumussebagaiberikut:


Contohsoal:

Carinilaidari:


Gunakanrumus di atas




Substitusitrigonometri

Bentuk
Gunakan

Contohsoal:

Carinilaidari:











Carinilaidari: denganmenggunakansubstitusi






Masukkannilaitersebut:




Nilai sin Aadalah







Integrasipecahanparsial

Contohsoal:

Carinilaidari:





Akan diperolehduapersamaanyaitu dan

Denganmenyelesaikankeduapersamaanakandiperolehhasil











lim x → 0 x sin x = 1 lim x → 0 sin x x = 1 lim x → ∞ x sin ( 1 x ) = 1 lim x → 0 a x sin b x = a b lim x → 0 sin a x b x = a b lim x → ∞ a x m + b p x n + q = a p , m = n lim x → ∞ a x 2 + b x + c − p x 2 + q x + r = b − q 2 a , a = p lim x → ∞ ( 1 + 1 x ) x = e lim x → 0 ( 1 + x ) 1 x = e lim x → ∞ ( 1 + a x ) b x = e a b lim x → 0 ( 1 + a x ) b x = e a b {\displaystyle {\begin{matrix}\lim \limits _{x\to 0}&{\frac {x}{\sin x}}&=1\\\lim \limits _{x\to 0}&{\frac {\sin x}{x}}&=1\\\lim \limits _{x\to \infty }&x\sin({\frac {1}{x}})&=1\\\lim \limits _{x\to 0}&{\frac {ax}{\sin bx}}&={\frac {a}{b}}\\\lim \limits _{x\to 0}&{\frac {\sin ax}{bx}}&={\frac {a}{b}}\\\lim \limits _{x\to \infty }&{\frac {ax^{m}+b}{px^{n}+q}}&={\frac {a}{p}},\qquad m=n\\\lim \limits _{x\to \infty }&{\sqrt {ax^{2}+bx+c}}-{\sqrt {px^{2}+qx+r}}&={\frac {b-q}{2{\sqrt {a}}}},\qquad a=p\\\lim \limits _{x\to \infty }&(1+{\frac {1}{x}})^{x}&=e\\\lim \limits _{x\to 0}&(1+x)^{\frac {1}{x}}&=e\\\lim \limits _{x\to \infty }&(1+{\frac {a}{x}})^{bx}&=e^{ab}\\\lim \limits _{x\to 0}&(1+ax)^{\frac {b}{x}}&=e^{ab}\\\end{matrix}}